Rabu, 20 Januari 2010

Cobalah Melangkah


Pengalaman ini masih fresh sekali from the refrigerator dingin-dingin gimana gitu. Tadi siang menjelang sore, gue pun pulang naik angkot. Memang pada awalnya gue merasa ada yang janggal dan ternyata kejadian tersebutpun terjadi. Begini awalnya, gue pun naik angkot no 29 setelah gue lama menunggu di pinggir jalan, sebenernya udah banyak angkot yang lewat, tapi gue cuma ingin menunggu saja disana, banyak angin sepoi-sepoi yang suasananya tenang dan damai disamping suara klakson mobil bersaut-sautan.

Dalam perjalanan gue cuma melihat-lihat sekeliling sampai akhirnya gue sampai di spot komunitas tersebut. Gue juga ga tau tentang mereka, tapi yang gue tau selama ini mereka mengamen di angkot-angkot yang kebetulan lewat dan terdapat lampu merah di sana. Saat kendaraan berhenti mereka pun mulai mengamen. Dan kali ini dua orang dari mereka mengamen di angkot yang gue naiki. Gue jarang mendengarkan lagu yang kali ini mereka bawakan, karena biasanya yang dibawakan adalah lagu tentang anak jalanan. Mereka pun mulai bernyanyi dan jaraknya dekat sekali dengan tempat duduk gue. Setelah selesai bernyanyi, mereka pun meminta uang, sebelumnya mereka bilang dengan hormat bapak ibu sekalian ikhlas dengan apa yang diberikan, kira-kira begitu. Dan tangannya pun diarahkan ke gue, dan ke penumpang yang lain, tapi kami semua ga ada yang memberikannya. Mereka terlihat sinis karena ga diberi apa-apa. Dan yang mengejutkan saat mereka mulai keluar, mereka mengatakan hal yang ga perlu dikatakan saat ini lagi,"dasar pelit semua, apalagi yang cina masih ngebeda-bedain ras orang, dasar rasis!". Gue ga dapat berkata-kata lagi, gue kaget banget mereka sampai bilang kayak gitu, dan memang perkataan itu ditujukan pada gue, soalnya yang paling kliatan mukanya ya gue. Tapi yang pasti gue ga masukin perkataan tersebut dalam hati, apalagi gue ga melakukan hal yang salah koq. Dan gue juga mau bilang kalau gue bukan orang cina, gue orang Indonesia, makanya itu gue ga memberi apapun ke mereka. Justru orang cina asli yang bakal ngasi duit ke mereka kali ya, sayang sekali teman.

Gue ga kasih apa-apa ke mereka karena banyak alasan, mereka masih muda dan bisa bekerja di tempat yang layak bukan ngamen seperti itu. Mungkin orang-orang yang lain juga berpikiran yang sama kayak gue, makanya mereka juga ga ngasih. Gue memang ga tau apa-apa tentang mereka, tentang masa lalu mereka, mengapa mereka menjadi seperti itu, dan banyak hal yang sedang mereka pikirkan saat itu. Yang gue tau mereka sebenarnya bisa melakukan apa yang mereka inginkan untuk jadi lebih baik, dan cukup percaya akan diri sendiri bahwa mereka bisa menjadi apapun yang mereka inginkan untuk jadi orang sukses dan bahagia. Gue tahu hal itu ga mudah untuk dijalanin, gue dan banyak orang di luar sana pun sedang memperjuangkan impian kami.

Saat kau menerima keadaanmu sekarang apa adanya, maka kau akan melangkah jauh lebih dekat.

Jumat, 15 Januari 2010

Kala Trotoar Tak Lagi Milik Sang Pejalan Kaki




Gue lagi sedikit mau memberikan kritik sama fasilitas yang ada di Jakarta, coz gue mengalaminya sendiri waktu kemarin. Jadi kita tahu bahwa minggu ini emang hampir tiap hari hujan gede terus dan setiap gue pulang sekolah mau ga mau ya becek-becekan. Puncaknya terjadi di hari kamis sore, gue nungguin hujan selesai berhenti supaya bisa pulang, tapi saat itu masih gerimis dan kawasan di sekolah gue pun banjir lagi (padahal udah ada kanal). Selama gue menunggu akhirnya gue pun bertemu dengan teman-teman yang sedang mencari tumpangan dan akhirnya gue pun bareng mereka sampai ke jalan raya kalimalang nebeng ma temen gue yang bawa mobil, gue turun disana untuk mencari angkot menuju ke rumah gue. Di sana, gue pun bertemu dengan sodara sepupu gue yang juga nebeng mobil temennya sampai ke dekat jalan raya. Gue pun duluan mendapat angkot jurusan yang cocok, dan langsung naik angkot tersebut.

Di perjalanan yang sangat macet sehabis hujan, gue pun duduk hampir di belakang agak sempit dan ga leluasa. Si abang angkot pun berinisiatif lewat jalan pintas atas usulan bapak bertopi dan berbaju batik, tapi setelah mencoba jalan tersebut ternyata sama macetnya dengan jalan raya yang biasanya dilewati, kami pun kembali memutar arah dan menghabiskan waktu lebih lama lagi di jalan. Lama kelamaan gue mulai mengantuk dan mencoba menutup mata, dan begitu bangun gue hanya bergerak sedikit dari tempat awal gue mulai tidur. Mantap! ternyata memang benar macet parah, apalagi dengan posisi duduk yang ga pas menambah pegel di seluruh badan. Saat angkot sampai ke sudut jalan menuju FC, tiba-tiba aja ban mobilnya kempes dan terpaksa harus ganti ban, dan saat itulah perjalanan halang rintang gue dimulai.

Setelah berlama-lama dan memikirkan perkiraan antara jalan kaki ke rumah atau menunggu si abang benerin ban, gue pun memutuskan untuk jalan kaki ke rumah karena begitu gue lihat di jalan masih belum bergerak sama sekali, dan gue pikir alangkah baiknya jika gue jalan kaki, lebih sehat dan lebih cepat. Tapi saat itu gue lupa kalau jalanan becek pasca hujan dan jauh beneer! Gue start dari angkot yang tadi ditumpangi trus bayar pendaftaran halang rintang dua ribu sama abang angkot lalu memulai perjalanan yang sangat seru(iya ga ya?). Awalnya gue biasa aja lewatin jalan trotoar yang agak becek berbatu dan bertanah basah serta lengket dan berlumpur. Sebisa mungkin gue lewati terus dengan sepatu yang sedikit kendor dan belakangnya gue injek gara-gara tadi habis nyeker. Banyak batu kerikil yang masuk ke dalam sepatu yang bikin kelingking kaki gue berasa ga enak, makin ke depan trotoarnya makin lama makin sempit dan ga terlihat lagi batas yang mana trotoar yang mana jalan. Yang bikin darah gue naik adalah saat banyak motor yang naik ke trotoar supaya bisa nyelip ke depan dan saat itu gue emang jalan lawan arah dengan kendaraan yang lain. Motornya naik begitu saja tanpa sadar kalau banyak orang yang mau lewat dan mereka ga mikir kalau nyatanya para pejalan kaki lah yang mengalah dan menunggu mereka lewat, kalau gak ya resikonya kita tertabrak atau terkena cipratan air.

Gue pun terus mengalah(kayak lagu seventeen) melewati jalan yang ga karuan dan bertempur sengit dengan banyak motor yang hampir nyerempet gue. Kadang gue loncat untuk menghindari genangan air yang sangat luas. Banyak banget tantangan saat gue menuju ke rumah gue, makanya dari awal semua ini seperti halang rintang dan finishnya adalah rumahku tercinta. Yah pada akhirnya gue pun berhasil pulang dengan selamat tanpa kurang sesuatu apapun, hanya dengan sedikit lecet di kaki. Tapi semua itu gak seberapa dengan pengalaman yang gue dapet waktu itu, bahwa di Jakarta pun masih banyak butuh perbaikan akan fasilitasnya, itu semua adalah tugas pemerintah dan kita juga sebagai pengguna jalan untuk lebih menaati peraturan yang ada, bahwa jalan raya untuk kendaraan bermotor dan trotoar untuk para pejalan kaki. Dan masih saja sampai sekarang semua itu disalahgunakan.

Gue cuma ingin bilang bahwa semua yang ada udah baik jika kita semua bisa merawatnya, hanya butuh perbaikan dan penyempurnaan saja, mulai saja dari readers untuk menjaga dan memelihara fasilitas yang ada di sekitar kalian dan taatilah peraturan yang ada, maka semuanya pun akan menjadi lebih baik. Karena satu orang yang melakukan hal baik tersebut akan menular ke orang lain disekitarnya.

So, do what you can do now!

Sabtu, 09 Januari 2010

Inspiration Books part.1


For One More Day adalah kisah tentang seorang ibu dan anak laki-lakinya, kasih sayang abadi seorang ibu dan pertanyaan berikut ini: Apa yang kau lakukan seandainya kau diberi satu hari lagi bersama orang yang kausayangi, yang telah tiada?

Kisah ini berawal dari seorang anak bernama Charley Benetto yang harus membuat keputusan dimasa kecilnya yaitu ingin menjadi anak papa atau anak mama, tapi tidak bisa kedua-duanya. Maka dia memilih ayahnya, memujanya-namun sang ayah pergi begitu saja ketika Charley menjelang remaja. Dan Charley dibesarkan oleh ibunya, seorang diri, meski sering kali dia merasa malu akan keadaan ibunya serta merindukan keluarga yang utuh. Bertahun-tahun kemudian, ketika hidupnya hancur oleh minuman keras dan penyesalan, Charley berniat bunuh diri. Tapi gagal. Dia justru dibawa kembali ke rumahnya yang lama dan menemukan hal yang mengejutkan. Ibunya-yang meninggal delapan tahun silam-masih tinggal di sana, dan menyambut kepulangannya seolah tak pernah terjadi apa-apa.

My inspirations that i got from this book :

Ada kalanya kita bertengkar dengan orang tua karena adanya banyak perbedaan diantara kita, namun semua itu adalah hal yang bisa diterima satu sama lain saat kita mengerti apa mau mereka terhadap kita seorang anak. Buku ini mengajarkan kita bahwa menerima orang tua dan diri kita apa adanyalah yang terpenting dalam hidup karna kita gak tau kapan mereka pergi, jadi saat kita masih bersama mereka, sayangi dan hormati mereka-terimalah kekurangan mereka dan jadikan itu pembelajaran bagi kita dalam hidup ini.